Polisi tidur adalah alat pembatas kecepatan atau "markah kejut". Disebut juga speed bump, polisi tidur adalah bagian jalan yang ditinggikan berupa tambahan aspal atau semen yang dipasang melintang di jalan untuk pertanda memperlambat laju/kecepatan kendaraan.
Polisi tidur dibuat untuk memperlambat laju kecepatan kendaraan atau untuk keselamatan dan akibat banyaknya pengendara yang ngebut.
Aturan Membuat Polisi Tidur
Bagaimana aturan membuat polisi tidur?Pembuatan polisi tidur diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor 82 tahun 2018 tentang alat pengendalian dan pengamanan pengguna jalan.
Pasal 3 ayat 3 menjelaskan ketentuan polisi tidur atau speed bump sebagai berikut:
a. terbuat dari bahan badan jalan, karet, atau bahan lainnya yang memiliki pengaruh serupa;
b. memiliki ukuran tinggi antara 8 (delapan) sampai dengan 15 (lima belas) sentimeter, lebar bagian atas antara 30 (tiga puluh) sampai dengan 90 (sembilan puluh) sentimeter dengan kelandaian paling banyak 15 (lima belas) persen; dan
c. memiliki kombinasi warna kuning atau putih berukuran 20 (dua puluh) sentimeter dan warna hitam berukuran 30 (tiga puluh) sentimeter
Pembuatan polisi tidur juga diatur dalam UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Polisi tidur tidak boleh menimbulkan gangguan fungsi jalan dan tidak boleh membahayakan pengendara.
a. terbuat dari bahan badan jalan, karet, atau bahan lainnya yang memiliki pengaruh serupa;
b. memiliki ukuran tinggi antara 8 (delapan) sampai dengan 15 (lima belas) sentimeter, lebar bagian atas antara 30 (tiga puluh) sampai dengan 90 (sembilan puluh) sentimeter dengan kelandaian paling banyak 15 (lima belas) persen; dan
c. memiliki kombinasi warna kuning atau putih berukuran 20 (dua puluh) sentimeter dan warna hitam berukuran 30 (tiga puluh) sentimeter
Pembuatan polisi tidur juga diatur dalam UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Polisi tidur tidak boleh menimbulkan gangguan fungsi jalan dan tidak boleh membahayakan pengendara.
Pasal 28 dan 274 ayat 1 UU LLAJ menyebutkan:
“Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000,”
Kewenangan membuat polisi tidur ada pada Kementerian PUPR hingga Bupati/Wali Kota.
Polisi tidur di jalan nasional merupakan kewenangan Kementerian PUPR yaitu di Direktorat Jenderal Bina Marga.
Polisi tidur di Jalan Provinsi merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi, yakni Gubernur. Polisi tidur di Jalan Kabupaten merupakan kewenangan Bupati dan di Jalan Kota merupakan kewenangan Wali Kota.
Polisi tidur di kompleks perumahan atau permukiman disesuaikan dengan peraturan daerah kawasan tersebut dengan tetap mengacu pada Permenhub dan UU LLAJ.
Sejarah Polisi Tidur
Mengutip laman Suzuki, awalnya polisi tidur dibuat oleh pekerja bangunan pada 1906 di New Jersey, Amerika Serikat, dengan ketinggian mencapai 13 centimeter atau sekitar 5 inci.
Namun, ukuran tersebut dinilai kurang efisien dan sulit untuk dilewati kendaraan. Akhirnya, desainnya terus diperbaharui.
Tahun 1950, ditemukanlah rancangan ideal untuk speed bump oleh pemenang nobel bidang elektromagnetik bernama Arthur Holly yang dipasang di jalanan Universitas Washington. Setelah tiga tahun berjalan, jalan-jalan umum mulai mengaplikasikan polisi tidur tersebut.*
Post a Comment