Bagaimana rasanya terpapar virus corona atau positif Covid-19? Bagaimana bisa bertahan dan dinyatakan sembuh dan sehat kembali alias jadi penyintas Covid-19?
Berikut ini pengalaman dua penyintas Covid-19. Penyintas adalah orang yang pernah terpapar virus corona. Satu "orang biasa" dan satunya lagi penyintas dari kalangan tenaga kesehatan, yaitu seorang dokter.
Menurut penjelasan Satgas Covid-19 dan para ahli, orang yang positif Covid-19 ada yang gejalanya berat, ringan, dan bahkan sangat banyak tanpa gejala yang disebut OTG (Orang Tanpa Gejala).
Nah, bagaimana gejala yang dialami dua penyintas Covid-19 berikut ini? Bagaimana bisa sembuh dan jadi penyintas? Yuk, kita simak!
Pengalaman Penyintas Covid-19 Warga Biasa (Umum)
Pengalaman Penyintas Covid-19 Seorang Dokter
Lain lagi kisah penyintas lain. Seperti diberitakan Antara, seorang dokter bedah di sebuah rumah sakit di Wonogiri, Jawa Tengah, bernama Sriyanto.
Ia dinyatakan positif dan harus menjalani 12 hari masa isolasi bersama anak laki-lakinya.
Sriyanto dan anaknya dinyatakan positif Covid-19 melalui tes usap. Untuk menjalani perawatan isolasi, Sriyanto dan anaknya harus ke rumah sakit.
Di ruang perawatan isolasi, kondisi Sriyanto makin parah dengan demam yang sangat tinggi hingga setiap hari menggigil kedinginan.
Hari keempat isolasi, Sriyanto mulai batuk dan badan terasa sakit. Setiap bergerak, misalnya dari rukuk ke sujud saat salat, Sriyanto pasti terbatuk. Dia merasa tersiksa karena untuk bernapas juga sulit.
Kondisi Sriyanto makin parah pada hari keenam. Indra penciumannya tidak berfungsi dan dia tidak bisa mengunyah dengan baik. Nasi dari rumah sakit terasa sangat keras, sampai dia muntahkan kembali.
"Saya sampai protes ke bagian gizi rumah sakit. Saya marah karena merasa mereka tidak memasak nasi dengan benar. Betapa kagetnya ketika mendapat penjelasan bahwa nasi itu lunak seperti biasa," kisahnya.
Sriyanto akhirnya menyadari bahwa hal itu karena virus yang menjangkitinya sehingga menggangu fungsi mulut dan tenggorokan. Cairan kelenjar di mulut tidak keluar sehingga fungsi syaraf menelan menjadi terganggu.
Hari ketujuh menjadi puncak penderitaan Sriyanto. Batuk makin parah, apalagi ditambah komorbid diabetes sehingga harus rutin suntik insulin.
"Saya hampir menyerah. Beberapa sahabat juga berpikir demikian karena risiko orang dengan diabetes bila terkena Covid-19 biasanya berujung kematian," ucapnya.
Namun, Tuhan menjawab keputusasaan Sriyanto. Pesanan dua kantong plasma dari Jakarta tiba. Dengan meyakini plasma dan obat radang sendi adalah obat ampuh untuk mengobati Covid-19, dia pun mendapatkan suntikan satu kantong plasma.
Sriyanto lebih mengutamakan pengobatan medis daripada berbagai saran pengobatan alternatif yang tidak jelas. Pada saat kondisi kritis, dia berusaha berpikir logis dengan tetap menjalani pengobatan medis yang sudah teruji.
"Saya berusaha tegar dan tidak menyerah. Saya tanamkann kuat dalam hati, masih ingin hidup untuk menambah amal saleh karena merasa bekal belum cukup untuk pulang ke negeri keabadian," tuturnya.
Suntikan obat sendi terasa khasiatnya. Hanya 6 jam sejak disuntik, dia sudah bisa makan pisang. Padahal, sebelumnya dia masih kesulitan untuk menelan karena semua makanan terasa keras.
Pada hari kedelapan, setelah disuntik plasma yang kedua, dia tertidur pulas selama 12 jam dengan alat pengukur dan perekam aktivitas listrik jantung, oksigen 5 liter, dan infus dua jalur terpasang.
"Begitu terbangun, badan terasa lebih ringan dan segar. Batuk suda berkurang banyak dan demam perlahan menurun," katanya.
Hari kesembilan, demam sudah menghilang, batuk berkurang 75 persen, badan lebih ringan, dan hati bahagia karena masa kritis antara hidup dan mati sudah terlewati. Nasi yang dimakan pun terasa lebih empuk.
Sriyanto selesai menjalani perawatan isolasi. Dia sudah kembali ke Wonogiri bersama anaknya, dan sudah bisa bersepeda di sekitar rumah.
Dukungan dari kerabat dan sahabat yang tidak kunjung henti melalui WhatsApp, telepon, dan media sosial juga menambah kekuatan Sriyanto.
"Betapa doa pada saat kritis membuat saya sangat bahagia, apalagi melihat kiriman video santri-santri dari berbagai daerah yang mengirimkan doa hingga beberapa hari. Mereka meminta saya tetap semangat agar bisa bertemu kembali," katanya.
Saat-saat dinyatakan positif Covid-19, menjalani perawatan isolasi, melewati masa-masa kritis, dan mendapatkan dukungan serta doa dari keluarga dan sahabat akan menjadi pengalaman tak terlupakan bagi Sriyanto.
Kepada orang lain yang dinyatakan positif Covid-19, Sriyanto berpesan untuk tetap percaya pada pengobatan medis yang sudah teruji daripada pengobatan alternatif yang masih coba-coba.
Doa juga menjadi sumber kekuatan untuk sembuh. Doa tulus dan perhatian dari orang sekeliling sangat membantu mempercepat pengobatan.
"Jaga kesehatan dan terapkan protokol di mana pun berada. Selalu gunakan masker, cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, serta menjaga jarak aman dengan orang lain," katanya.
Itu dia kisah Pengalaman Penyintas Virus Corona: Gejala Positif Covid-19, Isolasi, Hingga Sembuh.
Post a Comment